Imam Bukhari rahimahullah meriwayatkan kisahnya. Dahulu Musa ditanya oleh kaumnya, “Wahai Musa, adakah orang yang lebih alim dari engkau di muka bumi ini?” Ia menjawab: “Tidak ada.” Lalu Allahpun menegurnya sebab tidak mengembalikan ilmu itu kepada Allah.
Akhirnya Allah memberitahukan kepada Musa tentang seorang hamba yang lebih pandai darinya. Ia bernama khidr.
Sahabat, mari tadabbur sejenak. Apa kira-kira gerangan yang membuat Khidir saat itu lebih berilmu dari Musa dalam pandangan Allah, sifat apa yang membuat ia lebih diutamakan? Padahal jelas Musa lebih banyak tahu dari Khidr, sebab Musa adalah seorang Rasul Ulul Azmi,
Syaikh Abdurrahman Ibn Nashir as-Sa’di rahimahullah berkata:
Khidr telah diberikan ilmu yang tidak diberikan kepada Musa, walaupun Musa hakikatnya lebih berilmu dari Khidr dalam banyak perkara, khususnya ilmu tentang keimanan dan ushul, sebab ia adalah salah seorang Ulul Azmi.” (Tafsir as-Sa’di: 560)
Ternyata Allah azza wajalla menyebutkan rahasianya, Allah berfirman:
“Yang telah kami berikan rahmat kepadanya dari sisi kami, dan kami ajarkan ilmu kepadanya dari sisi kami.” (QS. Al- Kahfi: 65)
Ooh, salah satu diantara yang menyebabkan Khidr ‘alaihissalaam lebih berilmu dari Musa adalah karena ia diberi sifat rahmat yang tidak diberi kepada Musa.
Syaikh as-Sa’di rahimahullah berkata:
Allah memberinya sifat rahmat yang khusus yang dengannya bertambah ilmunya dan baik amalannya. (Tafsir as-Sa’di: 560)
Syaikh Dr. Abdurrahman asy-Syahri hafizhahullah berkata:
Sifat rahmat (kasih sayang) lebih didahulukan dari ilmu untuk menunjukkan bahwa diantara sifat yang paling khusus bagi seorang guru adalah sifat rahmat, karena sifat ini lebih membuat apa yang ia ajarkan lebih mudah di terima dan bermanfaat. (Liyaddabbaru Ayatihi: 356)
Ya, sifat rahmat hendaknya ada pada seorang da’i. Jika sifat ini hilang, maka dakwahnya akan jauh dari keberkahan dan penuh dengan hal-hal yang dapat membinasakan.
Ketika sifat rahmat hilang, maka fitnah ilmu akan lebih mudah menyergap, lalu mengurung pemiliknya dalam kesengsaraan yang tak disadari.
Duh, Musa, alangkah nikmatnya dirimu mendapat penjagaan dari Allah akan fitnah ini, adapun kami?
Karena itu lihatlah orang-orang berilmu di sekitarmu yang sedang tertimpa musibah berupa fitnah ilmu ini, kau mungkin akan melihat majelis-majelis mereka terkotori dengan lisan-lisan mereka yang mencela si fulan dan si allan, mengeluarkan orang-orang dengan mudah dari kelompok yang selamat, karena menganggap diri mereka yang paling benar, “Ustadz Sunnah” yang selain komunitas mereka dianggap bukan ustadz sunnah artinya mereka hanyalah “ustadz bid’ah”.
Ya, ini fitnah ilmu yang mereka tidak rasakan, sebab keberkahan ilmu itu telah dicabut, dan berganti dengan perkara-perkara besar yang harus dipertanggung jawabkan karena ulah lisan-lisan mereka. Mereka menganggapnya remeh tapi di sisi Allah ini adalah perkara yang besar.
Syaikh Nashir Ibn Sulaiman al-Umar hafizhahullah berkata:
Dan ilmu menjadi fitnah pada salah satu dari dua perkara, atau kedua-duanya sekaligus. Pertama, ilmu itu akan menutupi dirinya hingga ia merasa mulia. Yang kedua, ia akan beramal menyelisihi ilmunya atau ia tertipu oleh ilmunya untuk sampai pada apa yang ia inginkan, sehingga ilmu itu menjadi hujjah yang membinasakannya.” (Tadabbur Surah al-Kahfi: 112)
Kawan, ingatlah selalu perkataan al-Khallal rahimahullah:
إخراج الناس من السنة شديد
Mengeluarkan seseorang dari sunnah adalah sesuatu yang sangat berbahaya. (As-Sunnah: 1/373 )
Karena itu saran saya, lihat orang-orang yang tertimpa fitnah ilmu di sekelilingmu, agar engkau tak binasa bersamanya yang terjebak dalam racun lisannya sendiri. Jika kau ikut mereka, maka itu pilihanmu kawan.
Baarakallahu fiikum.
Team alinshof.com