Berdosakah Seorang yang Melupakan Hafalan Al-Qur’annya?
Terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai seorang yang pernah menghafal Al-Qur’an kemudian melupakannya, apakah ia berdosa atau tidak. Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu merupakan dosa bahkan ia merupakan dosa besar, sebagiannya menganggap sebagai dosa kecil dan sebagian yang lain tidak menganggapnya sebagai dosa.
Terkait akan perbedaan itu, Pendapat Pertama yaitu Ulama yang berpendapat bahwa hal itu merupakan dosa yaitu sebagaimana disebutkan oleh Imam al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani -raḥimahullāh- menyebutkan bahwa hal itu telah terjadi di kalangan para pendahulu umat ini. Beliau berkata:
واختلف السلف في نسيان القرآن، فمنهم من جعل ذلك من الكبائر
“Para salaf telah berbeda pendapat mengenai masalah lupa terhadap Al-Qur’an. Di antara mereka ada yang menyebutnya sebagai dosa besar.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari Syarh Sahih al-Bukhari, jilid 9, hal. 108, Daar as-Salam, Riyad, cet. 1, 1421 H.)
Di antara ulama yang menganggapnya sebagai dosa adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh-, Imam al-Hafizh Abu Zakariya Yahya bin Syaraf an-Nawawi -raḥimahullāh-, Imam al-Hafizh Ibnu Katsir -rahimahullah-, Imam Ibnu al-Jauzi -raḥimahullāh- dan beberapa ulama lainnya.
Dalil mereka adalah sabda Nabi -Shallallāhu ‘alaihi wasallam-:
مَنْ قَرَأَ الْقُرْآنَ ثُمَّ نَسِيَهُ لَقِيَ اللَّهَ عز وجل يَومَ القِيَامَةِ وَهُوَ أَجْذَمُ
“Barangsiapa membaca Al-Qur’an kemudian melupakannya, niscaya ia akan bertemu dengan Allah -`Azza wajalla- pada hari kiamat dalam keadaan tangannya terpotong.” (H.R. Abu Dawud)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah -raḥimahullāh- ketika ditanya tentang seorang yang membaca Al-Qur’an karena takut melupakannya, menjawab:
بَلْ إذَا قَرَأَ الْقُرْآنَ لِلَّهِ تَعَالَى فَإِنَّهُ يُثَابُ عَلَى ذَلِكَ بِكُلِّ حَالٍ، وَلَوْ قَصَدَ بِقِرَاءَتِهِ أَنَّهُ يَقْرَؤُهُ لِئَلَّا يَنْسَاهُ، فَإِنَّ نِسْيَانَ الْقُرْآنِ مِنْ الذُّنُوبِ
“Bahkan jika ia membaca Al-Qur’an karena Allah -Ta’ālā- maka ia akan mendapatkan pahala atas itu, bagaimanapun keadaannya, walaupun niatnya dalam membaca agar ia tidak melupakannya. Sebab, melupakan Al-Qur’an merupakan dosa.” (Ibnu Taimiyah, Majmu’at al-Fatawa, Tahqiq Farid Abdul Aziz al-Jundi dan Asyraf Jalaluddin asy-Syarqawi, Jilid 7, hal. 226, Daar al-Hadits, Kairo, t.cet, 1435 H.)
Imam Ibnu Katsir -raḥimahullāh- juga menggunakan hadis tersebut (H.R. Abu Dawud) pada saat menjelaskan ancaman bagi orang-orang yang melupakan lafaz Al-Qur’an. Pada saat menafsirkan surah Thoha ayat 126 berkata:
فَأَمَّا نِسْيَانُ لَفْظِ الْقُرْآنِ مَعَ فَهْمِ مَعْنَاهُ وَالْقِيَامِ بِمُقْتَضَاهُ، فَلَيْسَ دَاخِلًا فِي هَذَا الْوَعِيدِ الْخَاصِّ، وَإِنْ كَانَ مُتَوَعدًا عَلَيْهِ مِنْ جِهَةٍ أُخْرَى، فَإِنَّهُ قَدْ وَرَدَتِ السُّنَّةُ بِالنَّهْيِ الْأَكِيدِ، وَالْوَعِيدِ الشَّدِيدِ فِي ذَلِكَ
“Adapun terkait lupa terhadap lafaz A-Qur’an dalam keadaan memahami maknanya dan keharusannya, maka tidak masuk dalam ancaman khusus pada ayat ini. Walaupun ada ancaman juga baginya dari sisi yang lain. Ada hadis yang menjelaskan larangan yang sangat kuat dan ancaman yang keras bagi yang melupakannya.” (Ibnu Katsir, Tafsir Ibni Katsir, Jilid 3, hal. 154,, Daar Kutub al-Ilmiyah, Beirut, cet. 3, 1433 H.)
Imam an-Nawawi -raḥimahullāh- dalam kitab at-Tibyan yang beliau tulis, juga menggunakan hadis yang sama (H.R. Abu Dawud) untuk menerangkan larangan melupakan Al-Qur’an dalam satu pasal yang berjudul “Faṣlun fī al-Amri bī Ta’ahud Al-Qur’ān wa Taḥżīri min Ta`rīḍihi lī al-Nisyān” (Pasal perintah menjaga Al-Qur’an dan peringatan dari melupakannya). (an-Nawawi, at-Tibyan, hal. 27, Daar Ibni al-Jauzi-Kairo, cet.1, 1432 H.)
Imam Ibnu al-Jauzi -raḥimahullāh- sebagaimana dinukil oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani -raḥimahullāh- dalam Fathul Bari, berkata:
وَلِهَذَا وَرَدَ الْوَعِيدُ فِي حَقِّ مَنْ حَفِظَ آيَةً ثُمَّ نَسِيَهَا وَأَن كَانَ قبل حفظهَا لا يتعين عَلَيْهِ
“Oleh karena itu ada hadis yang menunjukkan ancaman kepada seorang yang telah menghafal ayat kemudian melupakannya, walaupun sebelum ia menghafalnya tidak ditetapkan padanya.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari Syarh Sahih Bukhari, jilid 1, hal. 138, Daar as-Salam, Riyad, cet. 1, 1421 H.)
Pendapat yang kedua, bahwa lupa terhadap lafaz ayat Al-Qur’an yang telah dihafal sebelumnya bukanlah dosa. Hal ini karena beberapa alasan, di antaranya: Lupa merupakan tabiat manusia yang mana seorang manusia tidak mendapatkan dosa karenanya, ancaman melupakan Al-Qur’an bukanlah ancaman yang berkaitan dengan lupa terhadap lafaz ayat Al-Qur’an melainkan lupa dalam artian meninggalkan dan tidak mau beramal dengannya. Hadis yang dijadikan hujah oleh yang menganggapnya sebagai dosa adalah hadis yang lemah.
Status lemahnya hadis tersebut diisyaratkan oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani -raḥimahullāh- dalam Fathul Bari. Setelah menyebut hadis imam Abu Dawud tersebut, beliau berkata:
وفي إسناده مقال
“Dalam sanadnya, ada catatan tentangnya.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari Syarh Sahih Bukhari, jilid 9, hal. 108, Daar as-Salam, Riyadh, cet. 1, 1421 H.)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz -raḥimahullāh- berkata:
أما حديث: (من حفظ القرآن ثم نسيه، لقي الله وهو أجذم) هذا حديث غير صحيح، الحديث الذي فيه وعيد في نسيان القرآن بعد حفظه، هذا حديث ضعيف
“Adapun hadis “Barangsiapa menghafal Al-Qur’an kemudian melupakannya maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan tangan terpotong” merupakan hadis yang tidak sahih. Hadis yang menunjukkan ancaman terhadap orang yang lupa akan hafalan Al-Qur’annya merupakan hadis yang lemah.” (binbaz.org.sa/fatwas/14511/حكم-من-نسي-شيا-من-القران)
Pendapat ini menurut penulis lebih tepat, sebab Nabi -shallallāhu ‘alaihi wasallam- pun pernah lupa terhadap ayat Al-Qur’an, sebagaimana hadis yang disebutkan oleh imam al-Bukhari -raḥimahullāh- dalam sahihnya di bawah ini sebagaimana disebutkan Syaikh al-“utsaimin rahimahullah.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin -raḥimahullāh- berkata:
نسيان القرآن له سببان: الأول: ما تقتضيه الطبيعة. والثاني: الإعراض عن القرآن وعدم المبالاة به. فالأول لا يأثم به الإنسان ولا يعاقب عليه، فقد وقع من رسول الله صلى الله عليه وسلم حين صلى بالناس ونسي آية، فلما انصرف ذَكَّرَه بها أبي بن كعب، فقال له النبي صلى الله عليه وسلم: “هلا كنت ذكرتنيها”…وهذا يدل على أن النسيان الذي يكون بمقتضى الطبيعة ليس فيه لوم على الإنسان. أما ما سببه الإعراض وعدم المبالاة فهذا قد يأثم به
“Lupa terjadi karena dua sebab. Pertama, lupa yang terjadi karena tabiat manusia; kedua, lupa yang terjadi karena berpaling dari Al-Qur’an dan tidak memperhatikannya. Adapun sebab yang pertama, maka ia tidak berdosa dan tidak mendapat siksa karenanya. Lupa karena sebab ini pernah terjadi pada Nabi -shallallāhu ‘alaihi wasallam- ketika memimpin salat, di mana beliau lupa satu ayat. Ketika salat telah selesai Ubai bin Ka’ab -radhiyallāhu ‘anhu- mengingatkan Nabi -shallallāhu ‘alaihi wasallam- akan ayat tersebut lalu beliau bersabda, “Engkau telah mengingatkan aku terhadapnya.”… Ini menunjukkan bahwa lupa yang terjadi karena tabiat seorang manusia tidak tercela karenanya. Adapun karena berpaling darinya dan tidak memperhatikannya, maka hal ini adalah sebuah dosa.” (Al-Utsaimin, Kitab al-Ilm, hal. 99-100, Daar al-Alamiyah, Kairo, cet. 1, 1437 H.)
Kesimpulannya, seorang yang pernah menghafal Al-Qur’an lalu lupa karena tabiatnya, maka ia tidak mendapatkan dosa akan hal itu. Hanya saja, jika ia lupa karena tidak mau memurajaahnya karena faktor malas dan bermudah-mudahan akan hal itu, para ulama menganggap itu sebagai aib bahkan dosa.
Imam al-Qurthubi -raḥimahullāh- berkata:
فإن ترك معاهدة القرآن يفضي إلى الرجوع إلى الجهل والرجوع إلى الجهل بعد العلم شديد
“Meninggalkan penjagaan terhadap Al-Qur’an akan menyebabkan kejahilan. Dan, kembali pada kejahilan setelah berilmu merupakan satu (dosa) yang berbahaya.” (Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathu al-Bari Syarh Sahih Bukhari, jilid 9, hal. 108, Daar as-Salam, Riyad, cet. 1, 1421 H.)
Mengenai seorang yang sudah berusaha memurajaahnya namun ia terkendala karena lemahnya kekuatan hafalan setelah itu, atau karena terhalangi karena kesibukan kerja yang mengharuskannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, para ulama itu tidak memasukan ini dalam kategori dosa, karena itu di luar kemampuan mereka.
Wallahu A’lam.
Semoga Allah -`Azza wajalla- menjadikan kita semua sebagai orang-orang yang senantiasa menjaga Al-Qur’an dan menjadi Ahlul Qur’an. Aamiin.