Nasehat Berharga Dari Fadhilatu as Syaikh al ‘Allamah Bakr bin Abdullah Abu Zaid –hafidzhahullah-, Kepada Fadhilatu as Syaikh Rabii’e bin Hadi al Madkhaly -hafidzahulloh-, Tentang Sayyid Quthub –rahimahullah-

Kepada Saudaraku, as-Syaikh Rabi’e bin Hadi al-Madkhaly, yang terhormat

Assalamu ‘alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu

Berikut ini penjelasan dariku tentang keinginan anda agar saya menelaah buku yang anda sertakan, berjudul “Adhwaa’ Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthub wa Fiqrih” (Pandangan Islam terhadap akidah dan pemikiran Sayyid Quthub); apa komentar anda terhadap buku ini; adakah buku ini menurut pengamatan anda tidak layak terbit atau adakah perbaikan anda terhadap buku ini hingga membuatnya layak terbit, yang pada akhirnya akan menjadi tabungan kebaikan bagi anda di akhirat dan penjelasan bagi siapa saja yang Allah kehendaki dari hamba-hamba-Nya di dunia. Menjawab keinginan tersebut?, maka berikut ini beberapa ulasan saya;

1. Ketika membaca halaman pertama dari buku ini (daftar isi), saya dapati buku ini memuat beberapa sisi tentang dasar-dasar pemikiran kufur, ilhaad dan zindiiq yang diusung oleh Sayyid Quthub –rahimahullah-, diantaranya;

  • Pemikiran wihdatul wujud,
  • Al-Quran adalah makhluk,
  • Kebolehan membuat syari’at bagi selain Allah,
  • Sikapnya yang berlebihan terhadap sifat-sifat Allah,
  • Penolakannya terhadap hadits-hadits mutawatir,
  • Pengaburan terhadap beberapa persoalan akidah yang –seharusnya- wajib diyakini,
  • Mengkafirkan orang secara serampangan, dan beberapa judul lainnya yang menjadikan gemetar takut hati orang beriman yang mendengarnya …
  • Dan di dalam buku itu pula, anda mengungkapkan kekecewaan anda terhadap diamnya para ulama terhadap pemikiran-pemikiran yang menghancurkan tersebut …
  • Apa solusi dalam menghadapi kenyataan demikian seiring menjamurnya buku-buku Sayyid Quthub yang begitu cepat, orang-orang awwam menjadikannya salah satu referensi, demikian pula anda dalam beberapa tulisan anda.

Setelah membaca beberapa point tersebut, maka saya pun tertarik mengadakan perbandingan terhadap point-point yang disebutkan, dengan buku-buku karya Sayyid. Hingga pada akhirnya, saya menemukan beberapa kerancuan terhadap point-point yang dituduhkan kepada Beliau.

Secara global, buku ini memuat beberapa tuduhan keji yang menggiring pembacanya untuk membenci, memusuhi dan mencerca Sayyid –rahimahullah-. Dan sungguh saya tidak menyukai bagi anda dan bagi seluruh muslim hal-hal yang dapat menjerumuskan seorang ke dalam perbuatan dosa dan kedzhaliman. Selain itu, merupakan kerugian yang nyata, bila seorang menghadiahkan kebaikan-kebaikannya kepada orang lain yang diyakininya sebagai lawan dan musuhnya.

2. Setelah membaca buku ini, saya mendapati bahwa buku ini tidak memuat beberapa nilai mendasar yang sepantasnya menghiasi sebuah karya ilmiah. Nilai-nilai yang kosong tersebut adalah;

– Qaidah-qaidah dasar sebuah penelitian ilmiah (ushuul al baths al ‘ilmiy).

– Keadilan ilmiyah (al haidah al ‘ilmiyyah)

– Aturan dalam mengkrikitik (manhaj an naqd)

– Amanah ilmiyyah (amaanatu an naql wa al’ilmy)

– Tidak memihak pada kebenaran (‘adam hadhm al haq)

– Jauh dari adab diskusi

Berikut ini beberapa contoh dari hal yang telah disebutkan;

Pertama, saya mendapati bahwa sumber referensi dari buku ini dikutip dari karya-karya Sayyid cetakan lama. Sebagai contoh kitab al-Zhilaal dan al- ‘Adaalah al-Ijtima’iyyah, padahal anda tahu keberadaan cetakan terbaru bagi kedua buku tersebut, sebagaimana anda nyatakan –sendiri- dalam catatan kaki pada halaman 29 dari buku anda. Hal demikian, tidaklah patut dilakukan. Sebab tidak sejalan dengan amanah ilmiyyah dan tata aturan dalam mengkritik sebuah pemikiran dari karya seorang. Boleh jadi pendapat terdahulu dari seorang, telah dibatalkan atau diperbaiki pada edisi revisi dari buku karyanya. Tentu yang demikian, bukan merupakan hal baru bagi anda. Namun mungkin kelalaian seorang penuntut ilmu telah merasuki anda, hingga hal ini pun luput dari pengamatan anda. Sebagai contoh; kitab “ar Ruuh” oleh Imam Ibnu al-Qayyim –rahimahullah-. Ketika sebagian orang menyaksikan beberapa keganjiilan padanya, mereka pun berkata; “Mungkin pendapat-pendapat ganjil tersebut adalah buah pikiran beliau yang lama”, dan semisalnya. Maka demikian pula karya Sayyid, “al-’Adaalah al-Ijtima’iyyah“, dimana buku tersebut adalah karya pertama beliau dalam kancah pemikiran Islam. Wallahu al musta’aan.

Kedua, sungguh hati ini bergetar menahan ke-ngerian yang amat dalam kala menyaksikan salah satu judul dalam daftar isi buku anda; “Sayyid Quthub membolehkan membuat syari’at bagi selain Allah“. Saya pun segera membolak-balik halaman demi halaman yang berisi penjelasan judul tersebut. Namun ternyata, lembaran-lembaran itu hanya merupakan nukilan beberapa halaman dari satu karya Sayyid, yaitu “al ‘Adalah al Ijtima’iyyah“, dan saya tidak menemukan korelasi-nya dengan tudingan yang ditujukan pada beliau seperti termaktub dalam judul bab buku anda itu. Andai pun benar, bahwa buku tersebut memuat pernyataan mutlak yang mengarah pada tudingan anda itu, tetap saja hal itu hanya merupakan prediksi yang tidak sampai kepada sebuah keyakinan. Lantas bagaimana hal demikian dapat dijadikan acuan untuk membatalkan seluruh perjuangan yang telah mewarnai kehidupan dan karya-karya monumental Sayyid dalam rangka penegakan tauhid dan penolakan terhadap hukum buatan manusia ?!. Sesungguhnya Allah menyukai keadilan, dan saya yakin anda pun adalah golongan yang ingin senantiasa rujuk kepada keadilan.

Ketiga, diantara judul yang menyesakkan dada dalam tulisan anda adalah “Sayyid Quthub menganut paham Wihdatul Wujud, lewat pernyataannya“. Kesimpulan demikian, anda ambil dari kesamaran pernyataan Sayyid, yang oleh beliau dipoles dengan gaya bahasa tinggi, saat menafsirkan surah al-Hadiid dan surah al-Ikhlas. Hal yang baik sebenarnya telah anda lakukan, ketika menukil pernyataan Sayyid berisi bantahan tegas terhadap pemikiran wihdatul wujud, yaitu kala beliau menafsirkan surah al-Baqarah. Diantara perkataan Sayyid yang anda nukil adalah; “Falsafah pemikiran Islam menyatakan bahwa makhluk berbeda dengan Pencipta, dan Pencipta tidaklah serupa dengan satupun makhluk, maka dari dasar falsafah pemikirian demikian, terkuburlah paham wihdatul wujud (dalam Islam)“. Dan sebagai tambahan informasi, bahwa Sayyid telah menyusun bantahan yang sangat baik terhadap falsafah Wihdatul Wujud dalam kitab-nya, “Muqawwimaat at-Tashawwur al-Islami“. Bertolak dari pemaparan tadi, maka kami katakan, semoga Allah mengampuni Sayyid terhadap pernyataan beliau yang samar ketika menafsirkan surah al-Hadiid dan al-Ikhlas. Namun hal yang pasti, bahwa pernyataan yang samar tidak mungkin disetarakan dengan pernyataan tegas beliau tentang pemahaman Wihdatul Wujud. Olehnya, harapan saya agar anda segera klarifikasi pengkafiran anda terhadap Sayyid –rahimahullah– yang hanya dibangun di atas pernyataan samar beliau, dan sungguh –justru sebaliknya- saya khawatir terhadap anda.

Keempat, terhadap judul bab yang anda ketengahkan “Penyelisihan Sayyid terhadap para ulama dan ahli bahasa dalam menafsirkan kalimat laailaaha illallah, dan ketidakjelasan pemahaman serta sikapnya terhadap rububiyyah dan uluhiyyah Allah“, jujur saya nyatakan, bahwa melalui judul ini, anda telah meruntuhkan secara serampangan seluruh cita-cita dan perjuangan yang mewarnai kehidupan Sayyid. Seluruh yang anda sebutkan, terbantahkan dengan satu hal, yakni bahwa pengesaan Allah dalam keberhakan-Nya menentukan hukum dan syari’at adalah satu diantara bagian tauhid. Dan penegakan bagian dari tauhid inilah, yang menjadi fokus perjuangan Sayyid karena melihat realita saat itu, dimana orang-orang semakin berani untuk merampas keberhakan itu dari Allah, hal yang belum pernah disaksikan oleh sejarah kaum muslimin sebelumnya hingga masuk tahun 1342 H.

Kelima, diantara judul bab dalam buku anda adalah “Perkataan Sayyid Quthub bahwa al-Quran adalah makhluk dan kalaamullah adalah ibarat (perwujudan) dari kehendak Allah“; ketika saya membaca lembaran-lembaran dari bab ini, tidak satu-pun saya temukan bahwa Sayyid mengucapkan pernyataan tersebut -al-Quran adalah makhluk- secara nash (jelas). Namun yang saya temukan hanyalah rangkaian kata dengan gaya bahasa yang berlebihan –hiperbola-, misalnya pernyataannya;

ولكنهم لا يملكون أن يؤلفوا منها ـ أي الحروف المقطعة ـ مثل هذا الكتاب لأنه من صنع الله لا من صنع الناس

“Namun mereka -orang-orang kafir- tidaklah mampu untuk membuat tandingan bagi al-Quran dengan rangkaian huruf-huruf tersebut (al-huruuf al-muqatha’ah) karena al Quran adalah produk Allah dan bukan produk manusia.”. Pernyataan bahwa al Quran adalah produk (buatan) Allah jelas adalah pernyataan yang keliru, tetapi akankah kita –lantas- menghukumi beliau telah kafir, lantaran pernyataannya -yang samar- itu ?!. Sungguh saya tidak berani menanggung akibat dari hal tersebut.[1]

Selain itu, pernyataan Sayyid ini mengingatkan saya pada perkataan serupa dari Syaikh Muhammad Abdul Khaliq Adzhiimahrahimahullah– dalam muqaddimah kitabnya “Diraasaat fi Ushluubi al-Quran al-Kariim“, yang telah dicetak oleh Universitas Islam Imam Muhammad bin Su’ud. Lantas, apakah kita akan menghukumi beliau sama dengan Sayyid lewat pernyataannya demikian ?!!.

Demikian sebagian tanggapan saya terhadap isi dari buku anda, dan saya cukupkan tanggapan ini hingga disini.

Adapun dari sisi selainnya, maka saya katakan;

1. Draf buku tersebut yang sampai kepada saya berjumlah 161 halaman, dengan tulisan tangan yang berbeda-beda. Saya tidak mengetahui, diantara tulisan tersebut ada tulisan anda, kecuali jika anda telah merubah jenis tulisan anda atau karena saya yang telah lupa akan jenis tulisan anda. Atau, mungkin pula draf halaman tersebut adalah kumpulan dari tulisan murid-murid yang anda tugaskan untuk proyek ini, dan kemudian anda pilah dari tulisan tersebut; atau mungkin pula anda-lah yang telah meng-imla’ draf buku itu kepada beberapa orang murid anda. Olehnya itu, saya tidak begitu yakin akan nisbat buku ini kepada anda, melainkan melalui catatan yang anda tulis pada penghujungnya, bahwa buku ini adalah tulisan anda. Dan hal itu saya anggap cukup untuk menisbatkan buku ini sebagai buah tangan anda.

2. Kendati draf buku tersebut terdiri dari jenis tulisan yang berbeda-beda, namun irama bahasa yang nampak –ternyata- seragam; dipenuhi dengan bahasa yang begitu menggebu, berkobar dan dipaksakan, hingga lahir berbagai kesalahan fatal, beberapa pernyataan samar pun dinampakkan, seolah-olah sebagai sebuah pernyataan tegas yang tidak mungkin lagi untuk ditafsirkan berbeda … dan hal demikian tentu merupakan bentuk kecurangan ilmiyah (al haidah al ‘ilmiyyah).

3. Dari sisi sistematika bahasa, bila dibandingkan antara tulisan anda dengan karya Sayyid, maka sistematika bahasa yang digunakan oleh Sayyid berada jauh di atas anda. Ibaratnya, seperti seorang mahasiswa di tingkat persiapan bahasa dengan seorang yang telah meraih gelar kesarjanaan tinggi bertaraf internasional. Sewajarnya, kesamaan dan kesetaraan tingkat pemahaman aturan dan insting berbahasa serta keterampilan dalam menyampaikan dan mempersentasikan sesuatu, adalah hal yang hendaknya diperhitungkan, dan jika tidak demikian hendaklah ia tidak mencoba masuk dalam kancah ini.

4. Gaya bahasa emosional lebih mendominasi tulisan anda ketimbang sistimatika penulisan ilmiyah, hal yang menyebabkan tulisan anda hampa dari tatakrama dan adab diskusi.

5. Tulisan anda dipenuhi dengan kata-kata cercaan, pelecehan, tudingan dan kata-kata yang menyudutkan … mengapa harus demikian ?!.

6. Buku ini akan memunculkan sikap fanatisme jenis baru. Sebab ia akan menjadikan seorang pemula cendrung mengambil kesimpulan tanpa landasan yang kuat dan jelas; menyatakan kafir, sesat dan menyesatkan, bid’ah dan pelaku bid’ah; yang semuanya merupakan kesimpulan yang diambil secara premature. Bahkan buku ini akan melahirkan generasi yang tinggi hati dalam beragama, menggampangkan perkara besar, dan me-lesensi kelompok mereka sebagai satu-satunya kelompok yang berjuang menegakkan panji-panji keberagamaan, serta satu-satunya kelompok yang paling wara’ dan shaleh. Sikap-sikap demikian, bila lepas control dan tidak terkendali, dikhwatirkan akan menghancurkan dan membinasakan.

Demikian enam hal yang menjadi point penting terhadap buku ini. Hal mana menyebabkan buku ini akhirnya tidak memenuhi standar kualifikasi. Inilah penilaian saya terhadap buku anda, sebagaimana permintaan anda kepada saya untuk menilainya. Dan saya minta maaf akan keterlambatan jawaban ini, sebab sesungguhnya saya –sebelumnya- tidak pernah memberi perhatian penuh untuk membaca karya-karya tokoh ini (Sayyid), meskipun karya-karya tersebut sangat banyak digandrungi oleh orang-orang. Namun lantaran kedahsyatan penyampaian anda, mendorongku untuk membaca berbagai karya beliau. Dan setelah menelaahnya, tidak ada yang saya temukan melainkan kebaikan yang banyak, keimanan dan kebenaran yang nyata, serta ulasan-ulasan jitu dan cermat yang mematahkan dan menyingkap kebusukan dan makar jahat dari musuh-musuh Islam. Hanya saja, tidak dipungkiri bahwa di dalamnya pun terdapat kekeliruan dan pernyataan-pernyataan samar serta ibarat berlebihan, yang sebenarnya lebih baik jika seandainya tidak beliau nyatakan, kendati kebanyakan dari pernyataan-pernyataan samar beliau itu -yang mungkin dipahami secara keliru- telah ada penjelasannya pada karya-karya beliau yang lainnya. Dan satu hal yang pasti, bahwa kesempurnaan itu adalah hal yang amat sulit diraih.

Adapun tokoh kita ini (Sayyid), dahulunya adalah seorang sastrawan dan penulis yang kritis. Kemudian beliau masuk ke dalam dunia dakwah, berkhidmat untuk Islam lewat al-Quran, sunnah, dan sirah Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wasallam-. Akibatnya, beliau pun mulai menghadapi berbagai macam cobaan dalam memperjuangkan prinsip-prinsipnya, dan beliau tetap tegar dengan prinsip-prinsip tersebut.

Hingga akhirnya, saat dituntut menuliskan permohonan maaf dan penyesalan atas segala pernyataan beliau dalam tulisan-tulisannya yang bertentangan dengan kebijakan pemerintah –kala itu-, tegas beliau mengucapkan sebuah kalimat yang berangkat dari keimanan yang tulus; “Sesungguhnya jari (telunjuk) ini telah saya angkat menyatakan syahadat. Karena itu, tidak sekalipun akan saya gunakan untuk menuliskan sesuatu yang akan membatalkannya“.

Karena itu, merupakan kewajiban bagi kita semua mendoakan pengampunan bagi beliau, mengambil manfaat dari ilmunya, dan menjelaskan hal-hal yang telah kita yakini merupakan kesalahan beliau. Dan -hal yang perlu diketahui-, bahwasanya kesalahan yang beliau lakukan tidak lantas menyebabkan kita mengharamkan diri-diri kita untuk mengambil manfaat dari ilmu dan buah karyanya.

Sebaiknya anda bisa mengambil pelajaran dari sejarah para ulama terdahulu; bagaimana Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah –rahimahullah– membela Abu Ismail al-Harawy dan al-Jaylani kendati terdapat berbagai pendapat mereka berdua sangat rancu. Di mana pembelaan tersebut disebabkan karena asal perjuangan mereka berdua adalah untuk menegakkan Islam dan sunnah. Coba perhatikan karya al- Harawy “Manaazil as-Saairiin“, sungguh anda akan menemukan berbagai pemikiran aneh yang tidak mungkin dapat diterima. Namun meski demikian, al-Imam Ibnu al-Qayyim di dalam “Madaariju as Saalikin” berusaha untuk mengais udzur buat beliau, dan tidak lantas mencaci dan menyudutkannya. Seluruh ulasan, berikut contoh-contoh berkenaan dengan masalah ini telah saya uraikan secara terperinci dalam tulisan saya “Tashniifu an Naas Baina ad Dzhan wa al Yaqiin“.

Mengakhiri tulisan ini, saya menasehatkan kepada anda, wahai saudaraku, agar mengurungkan niat mencetak buku ini “Adhwaa’ Islamiyyah ‘Ala ‘Aqidati Sayyid Quthub wa Fiqrih”. Tidak boleh mencetak dan menyebarkan buku itu karena isinya mengandung provokasi kuat bagi para pemuda untuk mencela dan memusuhi para ulama, dan menguburkan berbagai keutamaan serta jasa-jasa mereka.

Saya –juga- tidak lupa meminta maaf kepada anda terhadap pernyataan-pernyataanku yang cukup keras. Hal itu tidak lain disebabkan karena provokasi yang anda buat dan rasa khawatirku terhadap anda, serta keinginan yang sangat besar dari anda sendiri untuk mengetahui tanggapan saya terhadap buku anda ini. Demikian kalam ini telah tertoreh, semoga Allah senantiasa menuntun jalan kita semua. (team inshof)


[1] . Akibat dari pernyataan tersebut sebagaimana disebutkan dalam Hadits Shahih, “Siapa yang mengatakan kepada saudaranya: “Wahai Kafir”, maka ia –ucapan itu- kembali pada satu diantara keduanya. Jika sesuai apa yang ia katakan –maka tidak ada masalah-, namun jika tidak maka ucapan itu kembali padanya“. (HR. Muslim, no: 225).


Keterangan : Sekaligus terjemahan diatas sebagai muqodimah bantahan pada Syubuhat terbaru pada situs www.almakassari.com (la barokallohu fiiha) dengan judul ”

FATWA KESESATAN JAMA’AH / ORMAS / YAYASAN WAHDAH ISLAMIYAH (Bag. 1)
Syaikh Rabi’ bin Hady Al-Madkhaly
[1]– hafidzhohullah –
(Imam Jarh wat Ta’dil)

” , dan pada tulisan berikutnya kami akan menukil fatwa-fatwa dari para kibar ulama lainnya tentang masalah tersebut. semoga Alloh memberi kepada kita taufiq-Nya.

5 thoughts on “Nasehat Berharga Dari Fadhilatu as Syaikh al ‘Allamah Bakr bin Abdullah Abu Zaid –hafidzhahullah-, Kepada Fadhilatu as Syaikh Rabii’e bin Hadi……..”
  1. Thayyib. Jazaakumullah Khair. Usul ana Gimana Jawaban ini segera dikirim ke Website mereka. dan segera dikirim ke FB "Bersatu Membela Manhaj Salaf". Agar Kaum Public yg awam ttg masalah ini tidak terpengaruh dg tuduhan mereka tsbt terhadap Ormas Wahdah dll! ana mohon segera antum kirim ke Jendela/Dinding tsbt!Syukron Katsieran.

Tinggalkan Komentar

By admin