Pertimbangan Hukum terhadap Ucapan Selamat di Awal Bulan Ramadan dan Hari Raya
Berdekatan dengan bulan Ramadan, kita sering melihat kebiasaan umat Muslim di Indonesia menyampaikan salam kepada saudara, kerabat, dan teman-teman dekat begitupula saat berhari raya. Terutama dengan adanya fasilitas seperti WhatsApp dan aplikasi pesan lainnya, semangat untuk menyebarkan salam ini semakin tinggi melalui fitur broadcast. Namun, bagaimana Islam memandang praktik ini? Di bawah ini, kami sajikan tinjauan singkat serta beberapa pandangan ulama terkait masalah ini.
Ucapan Selamat dalam Pandangan Islam
Ucapan selamat, pada asalnya ialah termasuk dalam bab al ‘adaat, kebiasaan manusia. Dan hukum asal dari kebiasaan ialah mubah, hingga datang dalil yang mengkhususkan status hukumnya. Maka barulah status mubah tersebut bisa berubah ke status hukum yang lain (yaitu wajib, sunnah, makruh, dsb). Hal yang menunjukkan bahwa ucapan selamat ialah kebiasaan, ialah perbuatan para sahabat yang saling memberi ucapan selamat di hari raya (‘Ied). Mereka biasa memberi ucapan selamat bertepatan dengan waktu hari raya tersebut.
Kaedah untuk Adat
Adat ini adalah perkara non-ibadah. Hukum asal perkara adat adalah boleh. Selama tidak ada dalil yang melarang.
Syaikh As-Sa’di mengatakan dalam bait syairnya,
والأصل في عاداتنا الإباحة حتى يجيء صارف الإباحة
“Hukum asal adat kita adalah boleh selama tidak ada dalil yang memalingkan dari hukum bolehnya.”
Para ulama memberikan ungkapan lain untuk kaedah di atas,
الأصل في العادات الإباحة
“Hukum asal untuk masalah adat (kebiasaan manusia) adalah boleh.”
Ibnu Taimiyah berkata,
وَالْأَصْلُ فِي الْعَادَاتِ لَا يُحْظَرُ مِنْهَا إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ
“Hukum asal adat (kebiasaan masyarakat) adalah tidaklah masalah selama tidak ada yang dilarang oleh Allah di dalamnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 4:196).
Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pula,
وَأَمَّا الْعَادَاتُ فَهِيَ مَا اعْتَادَهُ النَّاسُ فِي دُنْيَاهُمْ مِمَّا يَحْتَاجُونَ إلَيْهِ وَالْأَصْلُ فِيهِ عَدَمُ الْحَظْرِ فَلَا يَحْظُرُ مِنْهُ إلَّا مَا حَظَرَهُ اللَّهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى
“Adat adalah kebiasaan manusia dalam urusan dunia mereka yang mereka butuhkan. Hukum asal kebiasaan ini adalah tidak ada larangan kecuali jika Allah melarangnya.” (Majmu’ah Al-Fatawa, 29:16-17)
Bedakan dengan Kaedah Ibadah
Para ulama biasa menyebut kaedah di atas dengan menyatakan,
الأَصْلُ فِي العِبَادَاتِ التَّحْرِيْمُ
“Hukum asal ibadah adalah haram (sampai adanya dalil).”
Ulama Syafi’i berkata dengan kalimat,
اَلْأَصْلَ فِي اَلْعِبَادَةِ اَلتَّوَقُّف
“Hukum asal ibadah adalah tawaqquf (diam sampai datang dalil).”
Dalilnya dari ayat,
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. Asy-Syuraa: 21).
Juga didukung dengan hadits ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari, no. 20 dan Muslim, no. 1718). Dalam riwayat lain disebutkan,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim, no. 1718).
Ucapan Selamat Hari Raya (at-Tahniah) Masuk dalam Kaedah Adat atau Ibadah? (Fatwa Para Ulama)
Para ulama mengatakan bahwa ucapan selamat hari raya masuk dalam kaedah adat.
التهنئة بالعيد من باب العادات لا من العبادات، وقد قرره بعض أهل العلم كالسعدي وابن عثيمين
Ucapan selamat hari raya termasuk dalam perkara adat (non-ibadah), bukan perkara ibadat. Inilah kaedah yang ditetapkan oleh Syaikh As-Sa’di dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin. (Kaedah dari Dr. Naif bin Muhamamd Al-Yahya dalam channel telegram https://t.me/fiiqh)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Apa hukum mengucapkan selamat hari raya? Lalu adakah ucapan tertentu kala itu?”
Beliau rahimahullah menjawab, “Ucapan selamat ketika hari raya Id dibolehkan. Tidak ada ucapan tertentu saat itu. Apa yang biasa diucapkan manusia dibolehkan selama di dalamnya tidak mengandung kesalahan (dosa).” (Majmu’ Fatawa Rosail Ibni ‘Utsaimin, 16:128)
Al Allamah Abdurrahman ibn Nashir As Sa’di rahimahullah berkata sebagaimana dalam kumpulan fatwa beliau no. 348:
“Masalah ini dan yang serupa dengannya terkait dengan kaidah yang agung lagi bermanfaat, yaitu bahwasanya hukum asal segala bentuk kebiasaan berupa perkataan dan perbuatan, adalah mubah dan boleh. Maka tidak boleh mengharamkan dan memakruhkan sesuatu kecuali ada dalil yang melarangnya secara syariat, atau apabila terkandung mafsadat syar’i di dalamnya. Inilah landasan agung yang ditunjukkan oleh berbagai dalil dalam Al Kitab dan As Sunnah di berbagai tempat. Hal ini juga dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan ulama selain beliau.
Maka bentuk ucapan ini dan selainnya biasa diucapkan oleh berbagai kabilah (suku), dan manusia tidak bermaksud dengan ucapan ini dalam rangka ta’abbud (mengharap pahala dari Allah lewat ibadah –pent), akan tetapi hanyalah sebagai kebiasaan, seruan, dan mereka menjawab seruan ini sebagaimana kebiasaan yang berlaku. Maka hal ini tidaklah mengapa, bahkan di dalamnya terdapat maslahat berupa saling mendoakan antara kaum mukminin dengan doa yang sesuai, melembutkan hati mereka sebagaimana yang kita ketahui”
Syaikh As Sa’di rahimahullah kembali menjelaskan: “Kemudian ketahuilah sebuah kaidah kebaikan: bahwasanya kebiasaan yang mubah yang terkait dengannya kemaslahatan dan kemanfaatan, dapat mendatangkan kecintaan Allah. Sesuai dengan apa yang dihasilkan dari kebiasaan tersebut. Sebagaimana terkadang suatu kebiasaan yang terkait dengan mafsadat dan mudarat, bisa menjadi hal yang terlarang.”
Ibnu Qudamah dalam Al Mughni (3/294) berkata: “Imam Ahmad rahimahullah berkata, ‘Dan tidak mengapa seorang mengucapkan kepada saudaranya pada hari raya ‘Ied: Taqabballallaahu minna wa minka. Harb berkata, ‘Imam Ahmad ditanya tentang perkataan manusia, ‘Taqabballallaahu minna wa minkum’, jawab beliau : Tidak mengapa. Penduduk Syam meriwayatkan dari Abu Umamah, beliau ditanya, ‘Apakah maksudnya Watsilah ibn Al Asyqa’?’, ‘Iya’, beliau ditanya, ‘Apakah dimakruhkan ucapan ‘Ini hari Ied’?’, beliau jawab, ‘Tidak’.
Dr Umar Al Muqbil mengomentari, “Apabila ucapan selamat atas hari ‘Ied demikian hukumnya (yaitu boleh), maka terlebih lagi dengan ucapan di bulan Ramadan yang merupakan musim ketaatan pada Allah, diturunkan di dalamnya rahmat dan kebaikan, dibukanya perdagangan akhirat dengan Allah, maka hal ini min baabil aula, lebih utama (untuk dibolehkan). Wallahu a’lam.”
Ibnu Qayyim Al Jauziyyah rahimahullah berkata: “Dan di dalam kisah ini (yaitu kisah taubatnya Ka’ab ibn Malik radhiyallahu ‘anhu –pent), dianjurkan memberi selamat kepada orang yang mendapat suatu nikmat dalam hal agama, menyambutnya bila datang, menjabat tangannya, dan ini sunnah mustahab. Adapun apabila mendapat suatu nikmat duniawi maka hukumnya boleh. Yang lebih utama lagi (disyariatkannya) ialah perkataan selamat dalam hal ketaatan pada Allah, atau serupa dengannya. Karena ini termasuk dalam bentuk mengagungkan nikmat Rabbnya, dan mendoakan orang yang mendapat nikmat tersebut” (Zaadul Ma’ad 3/585)
Ibnu Hajar Al Asqalani rahimahullah berkata, “Dan dipandang perlu untuk memberi selamat atas suatu nikmat, atau ketika selamat dari suatu musibah, sebagaimana disyariatkannya sujud syukur dan ta’ziyah. Sebagaimana dalam As Shahihain hadis Ka’ab ibn Malik”
(Diambil dari artikel Syaikh Dr Umar ibn Abdillah Al Muqbil hafizhahullah sebagaimana dimuat dalam http://www.saaid.net/mktarat/ramadan/2.htm)
Fatwa Lajnah Da’imah lil Buhutsi wal Ifta’ Saudi Arabia: Lajnah Da’imah ditanya dalam fatwa no 20638 tentang hukum ucapan selamat dalam memasuki bulan Ramadan. Jawab: setelah mempelajari hal ini, Lajnah berfatwa bolehnya memberi ucapan selamat dalam memasuki bulan Ramadan. Karena Nabi shallallaahu alaihi wa sallam memberi kabar gembira pada para sahabatnya, “Sungguh akan datang bulan Ramadan, bulan penuh berkah”, kemudian beliau menyebutkan keutamaannya dan anjuran beramal di dalamnya. Wa billahi taufiq, wa shallallaahu ‘ala nabiyyina muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.
Fatwa Syaikh Al ‘Allamah Muhammad Amin As Syinqithi rahimahullah:
Ringkasan fatwa beliau: “Tidak ada sifat tertentu dalam hal ini (yaitu ucapan selamat) selain dalam hal dua hari raya, dan apabila manusia mencukupkan dengan ucapan hari raya ini saja, hal ini lebih utama. Akan tetapi apabila seorang mendahului dalam mengucapkan selamat, maka tidak ada larangan untuk membalasnya karena ini termasuk dalam memberi penghormatan. Adapun apabila seseorang betemu atau mengunjungi saudaranya, kemudian berkata, ‘Aku berdoa kepada Allah semoga Dia menjadikan bulan ini sebagai pertolongan bagi kita dalam menaatiNya, atau semoga Allah menolong kita dalam puasa dan shalat malam, maka hal ini boleh insya Allah. Karena doa seluruhnya adalah kebaikan dan barakah. Akan tetapi janganlah berpegang dengan suatu lafazh khusus, atau dengan bentuk ucapan khusus” (lihat http://www.saaid.net/mktarat/ramadan/2.htm )
Fatwa Syaikh Dr. Abdul Karim ibn Abdullah Al Khudhair hafizhahullah:
Pertanyaan: Apa hukumnya memberi ucapan selamat atas masuknya bulan Ramadan? Berjabat tangan dan berpelukan di hari tersebut?
Jawab: Ucapan selamat terdapat keluasan di dalamnya –insya Allah– akan tetapi apabila berpegang pada hadis Salman yang disebutkan oleh Ibnu Khuzaimah dan selainnya, yaitu bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam memberitakan kabar gembira dengan masuknya bulan Ramadan, maka ini hadis dhaif. Akan tetapi dalam perkara ini terdapat keluasan, apabila seorang memberi selamat dalam suatu urusan karena bergembira dengan adanya kemudahan dalam hal dunia, bukan karena mengamalkan dan mencontoh hadis dhaif, akan tetapi sebagai ungkapan atas adanya kemudahan dalam suatu perkara dunia, maka dalam perkara agama hal ini tentu lebih utama. (Sumber: http://www.khudheir.com/text/537)
Oleh karena itu jumhur fuqaha berpendapat bahwa memberi ucapan selamat seperti selamat hari raya, adalah boleh. Sebagian fuqaha seperti Imam Ahmad rahimahullah, sebagaimana dinukil oleh Ibnu Muflih dalam Al Adab As Syar’iyyah (3/219) dalam beberapa riwayat, berpendapat bahwa ucapan tersebut disyariatkan. Akan tetapi pendapat beliau akan kebolehan ucapan selamat, lebih masyhur.
Masalah Mengucapkan “Minal ‘Aidin Wal Faizin” dan Mohon Maaf Lahir dan Batin
Sebagian orang menyalahkan ucapan selamat saat hari raya “Minal aa’idin wal faa’iziin”, karena artinya, “Semoga termasuk orang-orang yang kembali dan menang.”
Mereka juga mengatakan: orang-orang Arab tidak menggunakan ucapan selamat seperti itu.
Maka kita katakan:
Arti yang paling tepat untuk ucapan “Minal Aa’idin Wal Faa’iziin” adalah, “Selamat berhari raya, dan semoga termasuk orang yg mendapatkan kemenangan.”
Maksud dari ucapan ini adalah memberikan ucapan selamat berhari raya, dan Mendoakan semoga orang tersebut termasuk orang yang menang dengan banyak pahala, ampunan, dan kemuliaan yang dijanjikan oleh Allah di Bulan Ramadhan.
Tidak benar bila ‘ucapan selamat’ itu tidak digunakan orang-orang Arab, karena beberapa orang arab mengatakannya, terutama mereka yang berasal dari negeri Syam.
Para ulama telah menegaskan, bahwa ucapan selamat untuk datangnya hari raya, tidak ada batasannya, selama maknanya baik, maka dibolehkan karena syariat tidaklsh membatasinya dengan ucapan atau doa-doa tertentu.
Hal ini sama dengan dibolehkannya merayakan hari idul fitri dengan permainan, nasyid, dan hal-hal mubah lainnya. Syariat tidak membatasi jenis permainannya, atau jenis nasyidnya. Selama hal mubah itu tidak mengandung hal-hal yang diharamkan, maka dibolehkan.
Sehingga ‘ucapan selamat’ ini tidak mengapa, maknanya baik, dan cocok diucapkan di momen Hari Raya Idul Fitri, wallahu a’lam.
Bagi yang ingin memasyarakatkan ucapan selamat yang dipakai oleh para sahabat -radhiyallahu anhum-, maka itu merupakan hal yang sangat baik. Mereka mengucapkan,
“Taqobbalallohu Minna wa Minkum”, yang artinya semoga Allah menerima amal kebaikan kita semua.
Namun, bukan berarti kita boleh mengharamkan atau menyalahkan ‘ucapan selamat’ lainnya tanpa dasar dalil yang kuat, wallahu a’lam.
Di antara contoh ucapan selamat lain yg maknanya baik dan biasa diucapkan oleh sebagian kaum muslimin adalah:
“‘Iidukum Mubarok” (semoga hari rayanya penuh dengan keberkahan).
“‘Iidukum Sa’iid” (semoga hari rayanya penuh dengan kebahagiaan).
“Taqobbalahu Thoa’atakum” (semoga Allah terima amal ketaatannya).
Tidak mengapa pula menyelipkan ucapan “Mohon maaf lahir batin”, setelah ucapan minal ‘aa-idin wal fa-izin, karena maksudnya meminta atau mengingatkan agar saling memaafkan. Waktu hari raya adalah momen berkumpulnya karib kerabat, sehingga sangat pas bila digunakan untuk saling memaafkan dan mempererat atau memperbaiki tali silaturahim.
Ucapan Selamat Ramadan dan Hari Raya yang Masih Boleh
- “Selamat Memasuki Bulan Ramadan 1445 H” dll
- ‘Ied mubarak, semoga menjadi ‘ied yang penuh berkah.
- Minal ‘aidin wal faizin, selamat berhari raya dan meraih kemenangan.
- Minal ‘aidin wal faizin. Mohon maaf lahir dan batin.
- Kullu ‘aamin wa antum bi khair, moga di sepanjang tahun terus berada dalam kebaikan.
- Selamat Idul Fithri 1445 H.
Kesimpulan
Ucapan selamat sebelum Ramadan dan pada saat hari raya dengan ucapan apa pun dibolehkan. Begitu pula yang menerapkan ucapan taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amalan kami dan kalian) sebagaimana praktik para salaf di masa silam juga dipersilakan, namun bukan berarti ucapan selain ini jadi salah.
فعن جُبَيْرِ بْنِ نُفَيْرٍ قَالَ : كَانَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا اِلْتَقَوْا يَوْمَ الْعِيدِ يَقُولُ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ : تَقَبَّلَ اللَّهُ مِنَّا وَمِنْك . قال الحافظ : إسناده حسن .
Dari Jubair bin Nufair, ia berkata bahwa jika para sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berjumpa dengan hari ‘ied (Idul Fithri atau Idul Adha, pen), satu sama lain saling mengucapkan, “Taqobbalallahu minna wa minka (Semoga Allah menerima amalku dan amal kalian).” Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan. (Fath Al-Bari, 2:446)
Ucapan Minal ‘Aidin wal Faizin itu artinya selamat berhari raya dan meraih kemenangan. Sedangkan ucapan mohon maaf lahir batin tidaklah masalah diucapkan.
Wallahu A’lam.