Orang-orang yang mengatakan haram berpolitik hakikatnya tidak memahami apa kedudukan politik dalam syariat. Padahal, islam sangat mengatur perpolitikan, sebab ia sangat berhubungan erat dengan kepentingan orang banyak.
Politik, dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah siyasah. Orang-orang yang pernah menuntut ilmu syar’i pada jurusan Fiqh dan Ushul Fiqh tidak mungkin meninggalkan maddah (mata pelajaran) ini, yaitu as-Siyasatu  asy-Syar’iyyah (perpolitikan syar’i).
Syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah juga memiliki syarh terhadap kitab  as-Siyasatu as-Syar’iyyah (Perpolitikan Syar”i) yang ditulis oleu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah.
Karena itu orang-orang yang selalu teriak-teriak politik itu haram secara mutlak dan ustadz-ustsdz ahlusunah mengharamkan politik, maka itu tidak benar.
Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah berkata dalam kitabnya I’lamul Muwaqqi’iin seputar perbedaan ulama akan hukum berpolitik, ia berkata:
فقال ابن عقيل العمل بالسياسة هو الجزم ولا يخلوا منه الإمام وقال الآخر لا سياسة إلا ما وفق الشرع فقال ابن عقيل السياسة ما كان من الأفعال بحيث يكون الناس معه أقرب إلا الصلاح وأبعد عن الفساد وإن لم يشرعه الرسول ولا نزل به الوحي. فإن أردت بقولك لا سياسة إلا ما وفق الشرع أي لم يخالف ما نطق به الشرع فصحيح وإن أردت ما نطق به الشرع فغلط.
Ibnu Aqil rahimahullah berkata berpolitik itu adalah sesuatu yang pasti dan tidak ada Imam yang terlepas dari hal ini. Ulama lain berkata, tidak ada politik kecuali yang sesuai dengan syariat. Maka Ibnu Aqil berkata, politik itu adalah segala perbuatan yang yang menjadikan seseorang semakin dekat dengan kebaikan dan menjauhkan dari kerusakan, walau tidak disyariatkan Rasul shalallahu ‘alaihi wasallam dan tidak pula ada wahyu yang menunjukkannya.
Jika yang engkau maksud bahwa tidak boleh berpolitik kecuali sesuai dengan tuntunan syariat maksudnya tidak menyelisihi dalil-dalil syar’i maka itu benar. Tapi jika yang engkau maksudkan harus memiliki dalil syariat (Qur’an dan Sunnah) maka ini adalah kesalahan. (I’lam al-Muwaqqi’in: 4/372)
Karena itu para alim akan selalu memiliki sikap bijak politik yang berhubungan dengan maslahat Islam dan kaum muslimin. Terlebih di negara yang berhukum dengan hukum sekuler, yang sangat menyudutkan Islam dan kaum muslimin.
Dari sini pula dapat diambil kesimpulan bahwa memisahkan agama dan politik adalah sesuatu yang tidak diperbolehkan. Sebab politik itu bagian dari islam .
Dalam muqaddimah Syarah kitab siyasah syar’iyyah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang disyarah oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah disebutkan:
والقيام بالسياسة الشرعية وتطبيق أحكام الشرع فرع عن الإيمان بها
Berpolitik syar”i dan menerapkan hukum-hukum syariat merupakan cabang dari iman. (Syarh Kitab as-Siyasatu asy-Syar’iyyah: 5)
Siapapun yang mengatakan bahwa harus memisahkan politik dan agama, maka hal ini tidak boleh diikuti dan ditaati. Allah azza wajalla berfirman:
يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولَا (66) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلَا (67) رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (68)
Pada hari ketika muka mereka dibolak-balikan dalam neraka, mereka berkata: “Alangkah baiknya, andaikata kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul”. Dan mereka berkata: “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah mentaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar). Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan kutuklah mereka dengan kutukan yang besar”. (QS. Al-Ahzab: 66-68)
Tim Alinshof

Tinggalkan Komentar

By admin