Sikap yang Benar Bagi Seorang Muslim atas Pertempuran antara Para Pejuang Rakyat Palestina Versus Zionis Yahudi Israel dan Sekutunya

Pertempuran antara Romawi versus Persia disebutkan dalam Al-Qur’an. Ketika bangsa Romawi menang berkat pertolongan Allah, kaum muslimin bahagia. Sebab, dari sisi kedekatan dengan kaum muslimin, bangsa Romawi lebih dekat pada kaum muslimin sebagai agama samawi daripada Persia yang bukan merupakan agama samawi, walaupun bangsa Romawi dan bangsa Persia keduanya adalah orang-orang kafir.

Tapi, keburukan bangsa romawi lebih rendah daripada Persia. Maka kaum muslimin berbahagia karena itu. Syekh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di -rahimahullah- berkata:

يفرحون باتصارهم على الفرس وإن كان الجميع كفارا ولكن بعض الشر أهون من بعض

“Mereka berbahagia atas kemenangan Persia, walaupun mereka semua adalah orang-orang kafir, tapi sebagian keburukan lebih rendah dari keburkan lainnya.” (Tafsir as-Sa’di: 747)

Kisah pertempuran itu menjadi pelajaran kaum muslimin, bagaimana seharusnya bersikap ketika dua bangsa atau negara berperang. Al-Qur’an mengajarkan pada kita, bahwa jika suatu bangsa memiliki kedekatan dengan kaum muslimin, atau kemenangannya bisa memberikan manfaat pada kaum muslimin, maka kaum muslimin memberikan sikap dukungan terhadap bangsa yang kemenangannya bisa memberikan manfaat pada kaum muslimin.

Pertempuran antara Para Pejuang Rakyat Palestina Versus Zionis Yahudi Israel dan Sekutunya, salah satu contohnya.

Para Pejuang Rakyat Palestina adalah kaum muslimin yang berjuang untuk membebaskan Palestina dari perampasan lahan yang dilakukan oleh kaum Yahudi. Disana ada al-Quds yang merupakan tanah suci kaum muslimin yang terdapat di dalamnya masjid al-Aqsha, salah satu dari tiga masjid yang memiliki keutamaan khusus.

Tujuannya jelas untuk mengagungkan kalimat Allah, membabaskan Baitul Maqdis dan daerah kaum muslimin lainnya yang telah dirampas secara paksa oleh zionis Yahudi. Untuk tujuan ini maka mereka sangat pantas untuk mendapatkan bantuan dari kaum muslimin. Jangankan dengan status keislaman mereka, jika mereka adalah orang kafir sekalipun jika mereka memiliki tujuan itu maka pantas untuk ditolong, bukan malah dicela dan ditertawakan.

Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah -rahimahullah- berkata:

أن المشركين وأهل البدع والفجور والبغاة والظلمة إذا طلبوا أمرا يعظمون فيه حرمة من حرمات الله أجيبوا إليه وأعطوه وأعينوا عليه وإن منعوا غيره فيعاونون على ما فيه تعظيم حرمات الله لا على كفرهم وبغيهم ويمنعون مما سواه

“Bahwa kaum musyrikin, ahli bid’ah, pendosa, pemberontak, orang zalim, jika mereka meminta suatu perkara yang padanya mereka mengagungkan hurmah (hal-hal yang suci) bagi Allah, maka permintaannya diberikan, dan dibantu, walaupun pada perkara lain kita melarangnya. Maka ditolong sekadar karena pengagungannya pada hurmah Allah itu, bukan atas kekufuran dan pembangkangannya, sehingga untuk hal-hal selainnya mereka dilarang.” (Zaad al-Ma’ad: 3/357-358)

Perkataan imam Ibnu Qayyim -rahimahullah- ini bisa menjadi kaidah dalam bersikap terhadap suatu perkara jika ia berkaitan dengan amar ma’ruf nahi mungkar, baik dalam urusan perang, pemilu dan lainnya.

Karena itu, seorang muslim haruslah bisa memahami realita (fiqh al-waqi’) dengan baik, agar ia mampu bersikap dengan benar. Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah -rahimahullah- berkata:

ولا يتمنكن المفتي ولا الحاكم من الفتاة والحكم بالحق إلا بنوعين من الفهم أحدهما فهم الواقع والفقه فيه واستنباط على حقيقة ما وقع بالقرائن والأمارات والعلامات.

“Seorang Mufti atau hakim tidak akan mampu berfatwa dengan benar kecuali dengan dua pemahaman. Salah satunya pemahaman akan realita dan fiqh padanya serta melakukan istinbath sesuai dengan hakikat yang terjadi menggunakan indikasi dan tanda-tandanya.” (A’lam al-Muwaqqi’in: 78)

Memahami realita, bukan hanya tugas para Mufti saja, tapi harus dilakukan oleh semua orang agar dapat bersikap dengan benar dan adil. Termasuk dalam hal ini saat kita menentukan sikap kita ketika ada dua kubu yang berperang.

Oleh karena itu, jika ada yang mengatakan bahwa sikap terhadap perang Pejuang Palestina dan Yahudi hanya menontonnya saja karena sama-sama kafir, maka hal ini menunjukkan bahwa orang yang berkata itu merupakan orang jahil, walau ia berkoar-koar sebagai pengikut Islam Sejati. Sebab, para ulama Islam justru melakukan yang sebaliknya, yaitu memberi sikap dan dukungan kepada orang-orang yang memiliki tujuan mengangungkan hurmah Allah -Azza wajalla.

Wallahu A’lam

Tinggalkan Komentar

By admin